Jumat, 07 Oktober 2011

Pesan Penting di dalam Muharram




Muharram, nama tersebut sudah tidak asing lagi bagi kita, tiap setahun sekali sebagai umat muslim kita merayakannya, kita menyambutnya dan kita menghormatinya. Akan tetapi dalam bentuk perayaan tersebut terjadi dalam berbagai macam, selain itu Muharram tidak juga selalu dikenal sebagai bulan yang membahagiakan hanya karena hijrahnya Rasul saww ke Madinah mendapatkan sambutan yang hangat dan menyenangkan. Pasalnya di bulan Muharram juga dimaknai sebagai bulan kesedihan dan tangisan Nabi dan Ahlulbait-nya as, yakni atas Syahidnya cucunda Nabi Al-Imam Husein ibn ‘Ali ibn Abi Thalib as. dengan memberikan pembelaan yang tinggi atas agama datuknya Rasulullah Muhammad saww, yakni Islam.
Tentu saja gerakan pembelaan yang bersifat suci itu hanya diperuntukkan untuk masa depan umat Islam yang akan datang, dimana pada masa itu kedhaliman berubah menjadi keadilan, kemurtadan menjadi keimanan, uang menjadi laksana Tuhan. Oleh karena itu gerakan Imam Husein pada bulan Muharram ini adalah gerakan yang berangkat dari logika, hati nurani, pertanggungjawaban seorang hamba yang teguh keimanannya atas agama Allah, kecintaan pada keadilan, anti terhadap kedhaliman dan motif-motif luhur lainnya.
Sehingga sampai-sampai Sang Imam rela syahid dengan keadaan tanpa kepala hanya untuk membangkitkan semangat juang dan kesadaran umat Rasulullah untuk keluar dari koridor kejahiliyahan yang secara tidak langsung terulang lagi pada masa itu. Dengan misi mulianya itu Imam memboyong keluarganya untuk menunjukkan di mata kaum muslimin bahwa “haihât minnâ al-dhillâh/manalah mungkin kami ahlulbait rela tunduk kepada kedhaliman”
Dari segala macam bentuk perayaan Muharram, hanya hari Asyura’[1]-lah yang memiliki tempat yang paling tinggi di hati umat muslim. Ada yang berupaya untuk menghidupkan hari Asyura’ dengan cara menyantuni anak yatim, para janda yang kurang mampu dan fakir miskin. Hal ini tentu saja terkait dengan peristiwa syahidnya Imam Husein beserta sahabat-sabahat setianya dan keluarga dekatnya yang mana atas peristiwa ini anak-anak mereka harus menjadi yatim, istri-istri mereka menjadi janda dan ditawan oleh para pasukan Yazid ibn Muawiyah. Walaupun ini sedikit mendistorsi tentang hakikat Asyura’ akan tetapi dapat kita maknai bahwa Asyura’ senantiasa membekas di hati umat muslim yang cinta akan kedamaian meskipun hal itu sudah terjadi ratusan tahun yang lalu.
Ada juga yang melangsungkan prosesi hari Asyura’ dengan cara melantunkan kalimat-kalimat pujian atas syahidnya Imam Husein dan para pendukungnya di medan laga. Maka otomatis menangisi kesyahidan mereka diyakini sebagai upaya penghormatan yang tinggi dan kesedihan yang amat dalam, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dalam riwayatnya:
Dari Ummu Fadhl ibn Harits: ketika Sayyidah Fathimah Al-Zahra as baru melahirkan anak keduanya, aku melihat Rasulullah datang dan meletakkan bayi itu ke pangkuannya, ketika aku menoleh kepada beliau, aku melihat kedua mata beliau mencucurkan air mata. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, ada apa denganmu?”, beliau menjawab, “Tadi Jibril as datang dan memberitakan kepadaku bahwa umatku akan membunuh cucuku ini, dan Jibril memberiku tanah dari tanahnya yang berwarna merah ini”
Muharram, sebagai bulan yang mulia atas segala larangan-Nya untuk berperang justru menjadi sarana pembantaian oleh tentara Yazid ibn Muawiyah. “Umat Muhammad membunuh Muhammad”, inilah pelajaran besar yang dapat kita ketahui dari bulan Muharram.
Amar ma’ruf nahi munkar menjadi stimulus utama atas gerakan penentangan kedhaliman yang dilakukan oleh Imam Husein as, perjuangan menjadi senjata utamanya, dan tawakkal kepada Allah menjadi keteguhannya. Muharram mendapati tempat yang utama di hati umat muslim yang mencintai keadilan berkat Imam Husein. Semoga di Bulan Muharram ini kita dapat benar-benar memaknai hakikat Muharram itu sendiri dengan bersyukur kepada Allah atas rahmat-Nya yang telah menjadikan kita pendukung setia Imam Husein. Atas adanya perjuangan di bulan Muharram yang senantiasa akan terus bersinar di relung dada seorang muslim sejati ini, maka selayaknya dapat kita katakan bahwa “setiap hari adalah Asyura’ dan setiap bumi adalah Karbala’”.

Tidak ada komentar: